Perang
Dunia II di medan Asia-Pasifik diawali oleh Jepang dengan membom secara
tiba-tiba terhadap pangkalan terbesar Angkatan Laut Amerika Serikat Pearl
Harbour di Pasifik tanggal 7 Desember 1941. Lima jam setelah penyerangan itu,
Gubernur Jenderal Hindia Belanda Tjarda Van Starkenborg Stachouwer menyatakan
perang terhadap Jepang. Jepang dalam waktu singkat melakukan serbuan ke selatan
yakni pada tanggal 8 Desember 1941 menyerbu lapangan terbang Clark Field dan
lapangan Iba di Pulau Luzon Filipina. Setelah berhasil menguasai dua tempat
tersebut Jepang melanjutkan menduduki P. Hainan, Hongkong, dan Bangkok.
Hongkong merupakan pos terdepan bagi Inggris di Asia. Pada tanggal 10 Desember
1941 Jepang menduduki Pulau Luzon dan Bataan di Filipina dengan mendapat
perlawanan sengit dari pasukan Amerika yang dibantu sukarelawan Filipina.
Kemudian pada tanggal 16 Desember 1941 Jepang berhasil menduduki Birma
(Myanmar) dan akhirnya pada tanggal 20 Desember 1991 Jepang menduduki Davao di
Filipina.
Untuk
menghadapi serangan Jepang, tentara Sekutu membentuk komando ABDACOM (American,
British Dutch Australian Command) yaitu gabungan dari pasukan Amerika, Inggris,
Belanda, dan Australia yang bermarkas di Lembang (dekat Bandung). Pasukan ini
mulai beroperasi tanggal 15 Januari 1942 di bawah panglima besar Sir Archibald
Wavell (Inggris). Di samping itu juga membentuk Front ABCD (American, British,
Cina, Dutch) yaitu gabungan pasukan Amerika, Inggris, Cina dan Belanda. Adapun
serangan-serangan Jepang semakin gencar dan menguasai beberapa daerah.Perang
Dunia II di medan Asia-Pasifik diawali oleh Jepang dengan membom secara
tiba-tiba terhadap pangkalan terbesar Angkatan Laut Amerika Serikat Pearl
Harbour di Pasifik tanggal 7 Desember 1941. Lima jam setelah penyerangan itu,
Gubernur Jenderal Hindia Belanda Tjarda Van Starkenborg Stachouwer menyatakan
perang terhadap Jepang. Jepang dalam waktu singkat melakukan serbuan ke selatan
yakni pada tanggal 8 Desember 1941 menyerbu lapangan terbang Clark Field dan
lapangan Iba di Pulau Luzon Filipina. Setelah berhasil menguasai dua tempat
tersebut Jepang melanjutkan menduduki P. Hainan, Hongkong, dan Bangkok.
Hongkong merupakan pos terdepan bagi Inggris di Asia.
Pada
tanggal 10 Desember 1941 Jepang menduduki Pulau Luzon dan Bataan di Filipina
dengan mendapat perlawanan sengit dari pasukan Amerika yang dibantu sukarelawan
Filipina. Kemudian pada tanggal 16 Desember 1941 Jepang berhasil menduduki
Birma (Myanmar) dan akhirnya pada tanggal 20 Desember 1991 Jepang menduduki
Davao di Filipina. Untuk menghadapi serangan Jepang, tentara Sekutu membentuk
komando ABDACOM (American, British Dutch Australian Command) yaitu gabungan
dari pasukan Amerika, Inggris, Belanda, dan Australia yang bermarkas di Lembang
(dekat Bandung). Pasukan ini mulai beroperasi tanggal 15 Januari 1942 di bawah
panglima besar Sir Archibald Wavell (Inggris). Di samping itu juga membentuk
Front ABCD (American, British, Cina, Dutch) yaitu gabungan pasukan Amerika,
Inggris, Cina dan Belanda. Adapun serangan-serangan Jepang semakin gencar dan
menguasai beberapa daerah.
Pada
bulan Januari 1942 Jepang menduduki Malaysia, Sumatera, Jawa, dan Sulawesi.
Malaysia pada waktu itu dikuasai Sekutu berhasil direbut Jepang. Pada tanggal
24 Januari 1942 Jepang menduduki Tarakan, Balikpapan, dan Kendari. Balikpapan
merupakan sumber-sumber minyak maka diserang dengan hati-hati agar tetap utuh,
tetapi dibumihanguskan oleh tentara Belanda. Tanggal 3 Februari 1942 Samarinda
diduduki pasukan Jepang. Pada waktu itu Samarinda masih dikuasai tentara Hindia
Belanda (KNIL). Dengan direbutnya lapangan terbang oleh Jepang, maka tanggal 10
Februari 1942 Banjarmasin dengan mudah dapat diduduki. Pada tanggal 4 Februari
1942 Ambon berhasil diduduki Jepang, kemudian dilanjutkan pada tanggal 14
Februari 1942 menguasai Palembang dan sekitarnya. Dengan jatuhnya Palembang
maka dengan mudah Jepang masuk ke Jawa. Dalam penyerbuan-penyerbuan itu Jepang
lebih kuat dibanding Sekutu karena Jepang memiliki bantuan kekuatan udara
taktis. Sedangkan kekuatan udara Sekutu sudah dihancurkan dalam
pertempuran-pertempuran awal di Indonesia maupun Malaya (Malaysia).
Adapun
serangan-serangan pasukan Jepang di Jawa diawali pada tanggal 1 Maret 1942,
Jepang mendarat di Teluk Banten, Eretan Wetan (Jawa Barat) dan di Kragan (Jawa
Tengah). Kemudian tanggal 5 Maret kota Batavia (Jakarta) jatuh ke tangan
tentara Jepang dan dilanjutkan menduduki Buitenzorg (Bogor). Jepang menyerang
di Pulau Jawa karena dipandang sebagai basis kekuatan politik dan militer
Belanda. Oleh karena itu, gerakan pasukan Jepang baik dari arah barat maupun
dari timur ditujukan ke Pulau Jawa. Serangan-serangan Jepang dalam waktu
singkat dapat menjatuhkan negara-negara imperialis di Cina daratan dan Asia Tenggara
termasuk Belanda di Indonesia. Pasukan Belanda terkepung di Cilacap dan Bandung
kemudian menyerah tanpa syarat kepada Jepang di Kalijati, Subang (Jawa Barat)
pada tanggal 8 Maret 1942. Penyerahan ini ditandatangani oleh Panglima Tentara
Hindia Belanda Letnan Jenderal Ter Poorten dan di pihak Jepang diwakili
Jenderal Hitosyi Imamura.
Pengaruh
Kebijakan Pemerintahan Pendudukan Jepang di Indonesia
Dengan
penandatanganan ini maka Perang Dunia II membawa akibat bagi bangsa Indonesia
yaitu:
1.
Akibat positif, yaitu imperialisme Belanda di Indonesia berakhir,
2.
Akibat negatif, yaitu Indonesia dijajah Jepang.
Masa
penjajahan Jepang di Indonesia walaupun tidak begitu lama akan tetapi
mengakibatkan penderitaan lahir maupun batin. Rakyat kekurangan pangan dan
sandang serta mengalami penderitaan rokhaniah (moral). Kebijaksanaan Jepang
terhadap rakyat Indonesia mempunyai dua prioritas yaitu:
1.
Menghapuskan pengaruh-pengaruh Barat di kalangan rakyat Indonesia.
2.
Menggerakkan rakyat Indonesia demi kemenangan Jepang dalam Perang Asia Timur
Raya
Adapun
berbagai kebijakan pemerintah pendudukan Jepang di Indonesia adalah sebagai
berikut :
Setelah
bangsa Indonesia lepas dari penderitaan penjajahan Belanda selama kurang lebih
tiga setengah abad, kini bangsa Indonesia memasuki penderitaan baru yakni dalam
cengkeraman penjajah Jepang. Berbeda dengan Belanda, Jepang di Indonesia
menegakkan pemerintahan militeryang diperintah oleh Angkatan Darat dan Angkatan
Laut. Pada mulanya kedatangan Jepang disambut gembira oleh bangsa Indonesia
karena berusaha menarik simpati dengan cara-cara sebagai berikut:
a.
Mengumandangkan propaganda antara lain kedatangan Jepang bertujuan membebaskan
bangsa Indonesia dari penjajah Belanda karena Jepang merupakan “Saudara Tua”
bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia oleh Jepang diajak bersamasama membentuk
“Kemakmuran bersama di kawasan Asia Timur Raya (Dai Toa)”.
b.
Menggunakan bahasa Indonesia di samping bahasa Jepang sebagai bahasa resmi.
c.
Mengikutsertakan orang-orang Indonesia dalam organisasi-organisasi resmi
pemerintah
Jepang, misalnya dalam Gerakan 3A yang dipimpin oleh Mr.
Syamsuddin.
Gerakan ini mempropagandakan peranan Jepang sebagai :
1.
Cahaya Asia;
2.
Pelindung Asia; dan
3.
Pemimpin Asia.
Di
samping itu juga mengangkat tokoh-tokoh nasional sebagai pemimpin Pusat Tenaga
Rakyat (PUTERA).
d.
Menarik simpati umat Islam dengan mengizinkan organisasi Majelis Islam A’la
Indonesia tetap berdiri.
e.
Bendera Merah Putih boleh dikibarkan berdampingan dengan bendera Jepang
Hinomaru. Begitu juga lagu Indonesia Raya boleh dinyanyikan di samping lagu
kebangsaan Jepang Kimigayo.
f.
Rakyat diwajibkan menyerahkan besi tua. Oleh Jepang besi tua ini dilebur dijadikan
alat-alat perang.
g
Semua harta peninggalan Belanda yang berupa perkebunan, pabrik maupun bank
disita.
Akan
tetapi, tindakan-tindakan Jepang sama dengan Belanda yakni menjajah Indonesia.
Jepang mulai menggantikan kedudukan-kedudukan Belanda di Indonesia.
Partai-partai politik dibubarkan, surat-surat kabar dihentikan penerbitannya
dan digantikan dengan koran Jepang-Indonesia. Dalam bidang politik
pemerintahan, oleh Jepang dibentuk 8 bagian pada pemerintah pusat dan
bertanggung jawab pengelolaan ekonomi pada Syu (karesidenan). Pemerintahan
daerah diaktifkan kembali untuk memperkuat dukungan terhadap kebutuhan ekonomi
perang. Pada masa pendudukan Jepang terjadilah perubahan di bidang politik
pemerintahan yakni adanya perubahan yang mendasar dalam sistem hukum. Dengan
diberlakukannya pemerintahan militer sementara waktu dan jabatan Gubernur
Jenderal dihapuskan diganti oleh tentara Jepang di Jawa guna mencegah
terjadinya kekacauan. Mulai tanggal 5 Agustus 1942 berakhirlah pemerintahan
yang bersifat sementara dan berlakulah pemerintah pendudukan Jepang di
Indonesia. Dalam susunan pemerintah daerah di Jawa terdiri atas Syu
(Karesidenan yang dipimpin oleh Syucho, Si (Kotamadya) dipimpin oleh Sicho, Ken
(Kabupaten) dipimpin oleh Kencho, Gun (Kawedanan) dipimpin oleh Guncho, Son
(Kecamatan) dipimpin oleh Soncho, dan Ku (Desa/Kelurahan) dipimpin oleh Kuncho.
Pemerintah
pendudukan Jepang ikut campur tangan terhadap pangreh praja, yang sebenarnya
mereka berkuasa langsung terhadap rakyat akan tetapi selalu diawasi Jepang.
Oleh karena itu rakyat Indonesia dimanfaatkan untuk kepentingan Jepang. Akibat
dari tindakan-tindakan Jepang tersebut maka rakyat mengalami kesulitan ekonomi.
Kekurangan bahan makanan mengakibatkan rakyat kekurangan gizi dan kelaparan.
Penderitaan dan kemiskinan yang dialami rakyat Indonesia terjadi di mana-mana.
Dalam hal pakaian, rakyat terpaksa harus mengunakan pakaian yang terbuat dari
karung goni sehingga banyak berjangkit penyakit kulit. Pada masa pendudukan
Jepang terjadilah perubahan dalam bidang sosial ekonomi. Bentuk penyerahan padi
secara paksa sangat menyengsarakan rakyat. Mengapa Jepang banyak membutuhkan
bahan pangan dari Indonesia?
Akibat
dari bentuk penyerahan wajib ini banyak terjadi kelaparan, meningkatnya angka
kematian, menurunnya tingkat kesehatan masyarakat serta keadaan sosial semakin
memburuk. Angka kematian lebih tinggi dari angka kelahiran. Di Kudus angka
kematian mencapai 45,0 perseribu (permil) dan di Purworejo mencapai 42,7 permil
sedangkan di Wonosobo mencapai 53,7 permil. Jadi pada jaman pendudukan Jepang
keadaan petani dan masyarakat pedesaan di Jawa khususnya dalam keadaan sangat
menderita. Selain memeras sumber daya alam, pemerintah pendudukan Jepang juga
memeras tenaga kerja manusia. Untuk menggerakan rakyat Indonesia guna membantu
maka diadakanlah Romusha. Romusha adalah tenaga kerja paksa yang dikerahkan
Jepang untuk membangun objek-objek vital, seperti membangun lapangan terbang,
perbentengan-perbentengan, jalan rahasia dan terowongan menuju pusat pertahanan,
kubu pertahanan, jalan kereta api dan lain-lain. Untuk memperoleh tenaga kasar
dalam romusha ini dikumpulkanlah kaum pria di desa-desa tanpa diketahui di mana
mereka dipekerjakan. Banyak rakyat di Pulau Jawa dikirim ke luar Pulau Jawa
seperti ke Irian, Maluku, Sulawesi bahkan ke luar negeri sebagai Romusha,
misalnya ke Malaysia, Myanmar, dan Muang Thai.
Pendudukan
Jepang di Indonesia memengaruhi di berbagai bidang kehidupan, yakni di bidang
politik, ekonomi, militer, sosial budaya.
a.
Bidang Politik
Pada
masa pendudukan Jepang kegiatan politik dilarang keras dengan adanya larangan
berkumpul dan berserikat. Semua oraganisasi Pergerakan Nasional yang didirikan
rakyat dibubarkan kecuali terhadap golongan Islam Nasionalis masih diberikan
kelonggaran. Upaya Jepang dalam memperkuat kedudukannya di Indonesia selain
merubah sistem pemerintahannya, yakni dengan sistem pemerintahan militer juga
dengan mendekati kaum nasionalis Islam, kaum nasionalis sekuler maupun
golonmgan pemuda. Terhadap golongan nasionalis Islam Jepang tetap mengijinkan
berdirinya organisasi MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia) yang didirikan oleh
K.H. Mas Mansur dan kawan- kawan di Surabaya pada tahun 1937 pada jaman
pemerintahan Hindia Belanda.
Organisasi
ini diijinkan tetap berdiri dengan permintaan agar umat Islam tidak melakukan
kegiatan-kegiatan yang bersifat politik. Jepang juga melakukan pendekatan
terhadap kaum nasionalis sekuler dengan melakukan kerja sama yakni membentuk
Gerakan Tiga A. Nama gerakan ini dijabarkan dari semboyan Jepang pada waktu
itu :”Nippon cahaya Asia, Nippon pelindung Asia, Nippon pemimpin Asia”.
Gerakan
Tiga A ini dipimpin oleh Mr. Samsuddin, seorang tokoh Parindra Jawa Barat.
Pemerintah pendudukan Jepang menganggap bahwa Gerakan Tiga A tidak efektif
sehingga pada bulan Desember 1942 dibubarkan. Golongan pemuda juga mendapat
perhatian pada zaman pendudukan Jepang. Sebab oleh Jepang, golongan ini masih
dianggap belum sempat dipengaruhi oleh alam pikiran Barat.
b.
Bidang Ekonomi
Pada
jaman pendudukan Jepang kehidupan ekonomi rakyat sangat menderita. Lemahnya
ekonomi rakyat berawal dari sistem bumi hangus Hindia Belanda ketika mengalami
kekalahan dari Jepang pada bulan Maret 1942. Sejak itulah kehidupan ekonomi menjadi
lumpuh dan keadaan ekonomi berubah dari ekonomi rakyat menjadi ekonomi perang.
Langkah pertama yang dilakukan Jepang adalah merehabilitasi prasarana ekonomi
seperti jembatan, alat-alat transportasi dan komunikasi. Selanjutnya Jepang
menyita seluruh kekayaan musuh dan dijadikan hak milik Jepang, seperti
perkebunan-perkebunan, bank-bank, pabrik-pabrik, perusahaan-perusahaan,
telekomunikasi dan lainlain. Hal ini dilakukan karena pasukan Jepang dalam
melakukan serangan ke luar negaranya tidak membawa perbekalan makanan Kebijakan
ekonomi pemerintah pendudukan Jepang diprioritaskan untuk kepentingan perang.
Perkebunan kopi, teh dan tembakau yang dianggap sebagai barang kenikmatan dan
kurang bermanfaat bagi kepentingan perang diganti dengan tanaman penghasil bahan
makanan dana tanaman jarak untuk pelumas.
Pola
ekonomi perang yang dilancarakan oleh Tokyo dilaksanakan secara konsekuen dalam
wilayah yang diduduki oleh angkatan perangnya. Setiap lingkungan daerah harus
melaksanakan autarki (berdiri di atas kaki sendiri), yang disesuaikan dengan
situasi perang. Jawa dibagi atas 17 lingkungan autarki, Sumatra atas 3
lingkungan dan daerah Minseifu (daerah yang diperintah Angkatan Laut Jepang)
dibagi atas 3 lingkungan autarki. Karena dengan sistem desentralisasi maka Jawa
merupakan bagian daripada “Lingkungan
Kemakmuran
Bersama Asia Timur Raya” mempunyai dua tugas, yakni:
1)
memenuhi kebutuhan sendiri untuk tetap bertahan,
2)
mengusahakan produksi barang- barang untuk kepentingan perang.
Seluruh
kekayaan alam Indonesia dimanfaatkan Jepang untuk biaya perang. Bahan makanan
dihimpun dari rakyat untuk persediaan prajurit Jepang seharihari, bahkan juga
untuk keperluan perang jangka panjang. Beberapa tindakan Jepang dalam memeras
sumber daya alam dengan cara-cara berikut ini :
1)
Petani wajib menyetorkan hasil panen berupa padi dan jagung untuk keperluan
konsumsi militer Jepang. Hal ini mengakibatkan rakyat menderita kelaparan.
2)
Penebangan hutan secara besar-besaran untuk keperluan industri alat-alat
perang, misalnya kayu jati untuk membuat tangkai senjata. Pemusnahan hutan ini
mengakibatkan banjir dan erosi yang sangat merugikan para petani. Di samping
itu erosi dapat mengurangi kesuburan tanah.
3)
Perkebunan-perkebunan yang tidak ada kaitannya dengan keperluan perang
dimusnahkan, misalnya perkebunan tembakau di Sumatera. Selanjutnya petani
diwajibkan menanam pohon jarak karena biji jarak dijadikan minyak pelumas mesin
pesawat terbang. Akibatnya petani kehilangan lahan pertanian dan kehilangan
waktu mengerjakan sawah. Sedangkan untuk perkebunan-perkebunan kina, tebu, dan
karet tidak dimusnahkan karena tanaman ini bermanfaat untuk kepentingan perang.
4)
Penyerahan ternak sapi, kerbau dan lain-lain bagi pemilik ternak. Kemudian
ternak dipotong secara besar-besaran untuk keperluan konsumsi tentara Jepang.
Hal ini mengakibatkan hewan-hewan berkurang padahal diperlukan untuk pertanian,
yakni untuk membajak. Dengan dua tugas inilah maka serta kekayaan pulau Jawa
menjadi korban dari sistem ekonomi perang pemerintah pendudukan Jepang.
Cara
yang ditempuh untuk pengerahan tenaga Romusha ini dengan bujukan, tetapi
apabila tidak berhasil dengan cara paksa. Untuk menarik simpati penduduk,
Jepang mengatakan bahwa Romusha adalah pahlawan pekerja yang dihormati atau
prajurit ekonomi. Mereka digambarkan sebagai orang yang sedang menunaikan tugas
sucinya untuk memenangkan Perang Asia Timur Raya. Sedangkan panitia pengerah
Romusha disebut Romukyokai. Di samping rakyat, bagi para pamong praja dan
pegawai rendahan juga melakukan kerja bakti sukarela yang disebut Kinrohoshi.
Pemimpin-pemimpin Indonesia membantu pemerintah Jepang dalam kegiatan Romusha
ini. Bung Karno memberi contoh berkinrohonsi (kerja bakti), Bung Hatta memimpin
Badan Pembantu Prajurit Pekerja atau Romusha. Ali Sastroamijoyo, S.H.
mempelopori pembaktian barang-barang perhiasan rakyat untuk membantu biaya
perang Jepang.
Akibat
dari Romusha ini jumlah pria di kampung-kampung semakin menipis, banyak
pekerjaan desa yang terbengkelai, ribuan rakyat tidak kembali lagi ke kampungnya,
karena mati atau dibunuh oleh Jepang. Coba bandingkan dengan rodi pada jaman
penjajahan Belanda! Untuk mengawasi penduduk atas terlaksananya gerakan-gerakan
Jepang maka dibentuklah tonarigumi (rukun tetangga) sampai ke pelosok pelosok
pedesaan. Dengan demikian sumber daya manusia rakyat Indonesia khususnya di
Jawa dimanfaatkan secara kejam untuk kepentingan Jepang. Akibat dari tekanan
politik, ekonomi, sosial maupun kultural ini menjadikan mental bangsa Indonesia
mengalami ketakutan dan kecemasan.
c.
Bidang Militer
Perang
Asia Pasifik sudah meluas di Asia Tenggara dan Asia Timur serta Pasifik. Untuk
keperluan tersebut Jepang memerlukan bantuan tenaga dari bangsa Indonesia.
Untuk itu dibentuklah organisasi-organisasi militer maupun semi militer berikut
ini.
1)
Seinendan (Barisan Pemuda)
Seinendan
merupakan organisasi semi militer yang dibentuk secara resmi tanggal 29 April
1943. Anggotanya terdiri atas pemuda usia 14-22 tahun. Mereka dilatih militer
untuk mempertahankan diri maupun penyerangan. Tujuan pembentukan Seinendan yang
sebenarnya adalah agar Jepang memperoleh tenaga cadangan untuk memperkuat
pasukannya dalam Perang Asia Pasifik.
2)
Keibodan (Barisan Pembantu Polisi)
Keibodan
merupakan organisasi semi militer yang dibentuk pada tanggal 29 April 1943.
Anggotanya terdiri atas para pemuda usia 23 – 25 tahun. Tugas Keibodan adalah
sebagai pembantu polisi dalam yang bertugas antara lain menjaga lalu lintas,
pengamanan desa, sebagai mata-mata, dan lain-lain. Jadi keibodan ini selain
untuk memperkuat kewaspadaan dan disiplin masyarakat juga untuk politik pecah
belah. Keibodan mendapat pengawasan ketat dari tentara Jepang karena untuk
menghindari pengaruh dari kaum nasionalis dalam badan ini. Di seluruh pelosok
tanah air sudah dibentuk Keibodan walaupun namanya berbeda, antara lain di
Sumatera disebut Bogodan sedangkan di Kalimantan disebut Borneo Konen
Hokukudan.
3)
Fujinkai (Barisan Wanita)
Fujinkai
dibentuk pada bulan Agustus 1943. Anggotanya terdiri atas wanita yang berumur
15 tahun ke atas. Tugas Fujinkai adalah ikut memperkuat pertahanan dengan cara
mengumpulkan dana wajib berupa perhiasan, hewan ternak, dan bahan makanan untuk
kepentingan perang.
4)
Heiho (Pembantu Prajurit Jepang)
Heiho
merupakan organisasi militer resmi yang dibentuk pada bulan April 1945.
Anggotanya adalah para pemuda yang berusia 18 – 25 tahun. Heiho merupakan
barisan pembantu kesatuan angkatan perang dan dimasukkan sebagai bagian dari
ketentaraan Jepang. Heiho dijadikan sebagai tenaga kasar yang dibutuhkan dalam peperangan
misalnya memindahkan senjata dan peluru dari gudang ke atas truk, serta
pemeliharaan senjata lain-lain. Sampai berakhirnya masa pendudukan Jepang
jumlah anggota Heiho mencapai 42.000 orang. Prajurit Heiho juga dikirim ke luar
negeri untuk menghadapi pasukan Sekutu antara lain ke Malaya (Malaysia), Birma
(Myanmar), dan Kepulauan Salomon.
5)
Syuisyintai (Barisan Pelopor)
Syuisyintai
diresmikan pada tanggal 25 September 1944. Syuisyintai ini dipimpin oleh Ir.
Soekarno yang dibantu oleh Oto Iskandardinata, R.P. Suroso, dan Dr. Buntaran
Martoatmojo. Barisan pelopor memiliki kekuatan satu batalyon di tiap kota atau
kabupaten, menyiapkan pemuda-pemuda dewasa untuk gerakan perlawanan rakyat.
Latihan-latihannya ditekankan pada semangat kemiliteran.
6)
Jawa Hokokai (Perhimpunan Kebaktian Rakyat Jawa)
Jawa
Hokokai diresmikan pada tanggal 1 Maret 1944. Jawa Hokokai merupakan organisasi
resmi pemerintah dan langsung di bawah pengawasan pejabat Jepang. Pimpinan
tertinggi dipegang oleh Guneseikan (Kepala / pemerintahan militer yang dijabat
kepala staf tentara). Keanggotaan Jawa Hokokai adalah para pemuda yang berusia
minimal 14 tahun. Tugas Jawa Hokokai adalah menggerakkan rakyat guna
mengumpulkan pajak, upeti, dan hasil pertanian rakyat.
7)
PETA (Pembela Tanah Air)
PETA
dibentuk pada tanggal 3 Oktober 1944 atas usul Gotot Mangkupraja kepada
Letjend. Kumakici Harada (Panglima Tentara ke-16). PETA di Sumatera dikenal
dengan Gyugun. Pembentukan PETA ini berbeda dengan organisasi lain bentukan
Jepang. Anggota PETA terdiri atas orang Indonesia yang mendapat pendidikan
militer Jepang. PETA bertugas mempertahankan tanah air Indonesia. PETA
merupakan tentara garis kedua. Di Jawa dibentuk 50 batalion PETA. Jabatan
komando batalion dipegang oleh orang Indonesia tetapi setiap komandan ada
pelatih dan penasihat Jepang. Tokoh-tokoh PETA yang terkenal antara lain
Supriyadi, Jenderal Sudirman, Jenderal Gatot Subroto, dan Jenderal Ahmad Yani.
Pergerakan massa rakyat dalam organisasi-organisasi di atas telah mendorong
rakyat memiliki keberanian, sikap mental untuk menentang penjajah, pemahaman
terhadap kemerdekaan maupun sikap mental yang mengarah pada terbentuknya
nasionalisme.
d.
Bidang Sosial Budaya
Pada
jaman pendudukan Jepang media massa diawasi dengan ketat. Surat kabar, radio,
maupun majalah terbit tanpa izin istimewa akan tetapi selalu diawasi oleh
badan-badan sensor. Walaupun demikian surat kabar dan radio ikut berfungsi
menyebarluaskan perkembangan bahasa Indonesia. Lenyapnya bahasa Belanda dari
pergaulan sehari- hari memberikan peluang bagi perkembangan bahasa Indonesia.
Larangan pemakaian bahasa Belanda di semua papan- papan iklan maupun papan nama
dan diganti dengan bahasa Indonesia dan bahasa Jepang. Pertumbuhan bahasa
Indonesia yang tak dapat dibendung mengakibatkan mau tak mau Jepang mengabulkan
keinginan bangsa Indonesia untuk mengangkat bahasa melalui pelaksanaan Sumpah
Pemuda tahun 1928.
Bentuk-Bentuk
Perlawanan Rakyat dan Pergerakan Kebangsaan Indonesia
Pada
masa pendudukan Jepang, para pemimpin perjuangan bangsa Indonesia bersikap
hati-hati. Hal ini dikarenakan pemerintah pendudukan Jepang sangat kejam,
menyiksa bahkan membunuh terhadap siapa saja yang terang-terangan menentang
Jepang. Semua organisasi kebangsaan yang telah ada sejak penjajahan Belanda
dibubarkan. Para pemimpin pergerakan kebangsaan selalu dicurigai dan diawasi
dengan ketat. Hal tersebut disebabkan karena sebelum Jepang masuk ke Indonesia
telah mengirimkan mata-mata sehingga memiliki data yang lengkap keadaan politik
di Indonesia. Menghadapi keadaan yang serba sulit maka para pemimpin bangsa
Indonesia berjuang dengan menyesuaikan situasi dan kondisi. Mereka tidak
kehilangan semangat perjuangan. Dengan taktik kooperasi para pemimpin dapat
membela nasib rakyat dan memanfaatkan kebijaksanaan pemerintah Jepang untuk
kepentingan nasional. Namun ada pula yang mengadakan gerakan bawah tanah atau
ilegal maupun dengan perlawanan bersenjata. Semua itu adalah mempunyai
cita-cita yang sama yakni mewujudkan Indonesia merdeka. Adapun bentuk perlawanan
terhadap Jepang adalah sebagai berikut.
a.
Memanfaatkan Gerakan PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat)
Pada
zaman pendudukan Jepang semua partai politik dibubarkan. Untuk mempropagandakan
politik Hakko Ichiu, Jepang membentuk Gerakan 3A (Gerakan Tiga A) yang dipimpin
Mr. Syamsudin. Organisasi ini dibubarkan karena tidak mendapat simpati rakyat
dan kemudian dibentuklah PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat) pada tanggal 1 Maret
1943. Pemimpin PUTERA yang dikenal dengan Empat Serangkai adalah Ir. Soekarno,
Moh. Hatta, Ki Hajar Dewantoro, dan K.H. Mas Mansyur.
Tujuan
Jepang membentuk PUTERA adalah agar kaum nasionalis dan intelektual
menyumbangkan tenaga dan pikirannya untuk kepentingan Jepang. Namun oleh para
pemimpin Indonesia, PUTERA justru dimanfaatkan untuk membela rakyat dari
kekejaman Jepang serta untuk menggembleng mental dan semangat nasionalisme,
cinta tanah air , anti kolonialisme dan imperialisme. Dengan demikian PUTERA
ini ibarat tombak bermata dua. Organisasi PUTERA mendapat sambutan di kalangan
rakyat dan melalui organisasi ini mental bangsa Indonesia disiapkan untuk
menuju bangsa yang merdeka. Jepang memandang bahwa PUTERA lebih bermanfaat bagi
bangsa Indonesia maka pada bulan April 1944, PUTERA oleh Jepang dibubarkan.
b.
Memanfaatkan Barisan Pelopor (Syuisyintai)
Setelah
PUTERA dibubarkan maka dibentuklah Jawa Hokokai (Perhimpunan Kebaktian Rakyat
Jawa). Salah satu bagian Jawa Hokokai adalah Syuisyintai (Barisan Pelopor) yang
dipimpin Ir. Soekarno dengan pemimpin Harian atau Kepala Sekretariatnya adalah
Sudiro. Beberapa tokoh nasionalis lainnya sebagai anggota pengurus antara lain
Chaerul Saleh, Asmara Hadi, Sukardjo Wiryopranoto, Oto Iskandardinata dan
lain-lain. Organisasi ini dimanfaatkan oleh para nasionalis sebagai penyalur
aspirasi nasionalisme dan memperkuat pertahanan pemuda melalui
pidato-pidatonya.
c.
Memanfaatkan Chuo Sangi In (Badan Penasihat Pusat)
Badan
ini dibentuk pada tanggal 5 September 1943 atas anjuran Jenderal Hideki Tojo
(Perdana Menteri Jepang). Ketuanya Ir. Soekarno, anggotanya berjumlah 23 orang
Jepang dan 20 orang Indonesia. Tugas badan ini adalah memberi nasihat atau
pertimbangan kepada Seiko Shikikan (penguasa tertinggi militer Jepang di
Indonesia). Oleh para pemimpin Indonesia melalui Chuo Sangi In dimanfaatkan
untuk menggembleng kedisiplinan. Salah satu saran Chuo Sangi In kepada Seiko
Shikikan adalah agar dibentuknya Barisan Pelopor untuk mempersatukan seluruh
penduduk agar secara bersama menggiatkan usaha mencapai kemenangan.
Majelis
Islam A’la Indonesia (MIAI) merupakan perkumpulan dari organisasi- organisasi
Islam yang didirikan pada tanggal 21 September 1937 di Surabaya pada masa
pemerintah Hindia Belanda. Pemrakarsa berdirinya organisasi ini adalah K.H. Mas
Mansur, K.H. Wahab Hasbullah, Wondoamiseno, dan lain- lain. Pada masa
pendudukan Jepang di Indonesia organisasi ini tetap diperbolehkan berdiri. Hal
ini merupakan pendekatan Jepang terhadap golongan nasionalis Islam agar umat
Islam tidak melakukan kegiatan-kegiatan politik. Pada masa penyerbuan
balatentara Jepang ke Indonesia, organisasi MIAI melakukan kegiatan-kegiatan
terutama dalam bidang agama, meskipun pada tahun-tahun terakhir menjelang
jatuhnya Hindia Belanda ke tangan Jepang, perhatiannya ke bidang politik cukup
besar. Hal ini dapt dilihat dari programnya yang berupaya mempersatukan
organisasi-organisasi Islam untuk bekerja sama serta memperkokoh persaudaraan
umat Islam di Indonesia dan di luar negeri. Untuk memperkuat kerja sama umat
Islam tersebut maka MIAI mengadakan kongres yang berlangsung sampai tiga kali.
Kegiatan
MIAI yang sangat menonjol adalah membentuk baitul mal (Lembaga Perbendaharaan
Negara) pusat. Setelah penyerbuannya pada tahun 1942, Jepang merasa membutuhkan
hidupnya organisasi MIAI. Oleh karena itu Jepang masih memberi hak hidup
terhadap MIAI dalam melakukan kegiatannya. Walaupun Jepang masih memberi hak
hidup akan tetapi MIAI tidak dapat diharapkan bahkan dianggap sebagai kendala
terhadap keinginan Jepang. Hal ini dikarenakan MIAI dibentuk atas inisiatif
kaum muslimin dan perhatiannya banyak tertuju pada masalah politik dan akan
menolak segala bentuk kolonisasi. Karena organisasi ini dianggap kurang
memuaskan Jepang maka pada bulan Oktober 1943 dibubarkan oleh Jepang diganti
organisasi baru yakni Majelis Syura Muslimin Indonesia (MASYUMI) yang disahkan
oleh Gunseikan pada tanggal 22 November 1943.
3. Perjuangan Melalui
Gerakan Bawah Tanah
Selain
melalui taktik kerja sama dengan Jepang, para pejuang melakukan perjuangan
secara rahasia (gerakan bawah tanah) atau ilegal. Beberapa contoh perjuangan
bawah tanah antara lain sebagai berikut :
a.
Gerakan Kelompok Sutan Syahrir
Kelompok
ini merupakan pendukung demokrasi parlementer model Eropa barat dan menentang
Jepang karena merupakan negara fasis. Pengikut dari kelompok ini terutama para
pelajar dari kota Jakarta, Surabaya, Cirebon, Garut, Semarang dan lain-lain.
Mereka berjuang dengan cara sembunyi-sembunyi atau dengan strategi gerakan
”bawah tanah”.
b.
Gerakan Kelompok Amir Syarifuddin
Menjelang
kedatangan Jepang di Indonesia, Amir Syarifuddin berhubungan erat dengan P.J.A.
Idenburg (pimpinan departemen pendidikan Hindia Belanda). Melalui Dr. Charles
Van der Plas, P.J.A. Idenburg membantu uang sebesar 25.000 gulden kepada Amir
Syarifuddin guna mengorganisir gerakan bawah tanah melawan Jepang. Oleh karena
itu kelompok ini anti fasis dan menolak kerja sama dengan Jepang. Karena sangat
keras dalam mengkritik Jepang maka Amir Syarifuddin ditangkap dan dijatuhi
hukuman mati oleh Jepang pada tahun 1944. Atas bantuan Ir. Soekarno, hukumannya
diubah menjadi hukuman seumur hidup akan tetapi setelah Jepang menyerah dan
Indonesia merdeka, ia terbebas dari hukuman.
c.
Golongan Persatuan Mahasiswa
Golongan
ini sebagian besar berasal dari mahasiswa Ika Daigaku (Sekolah Kedokteran) di
Jalan Prapatan 10 dan yang terhimpun dalam Badan Permusyawaratan
Pelajar-Pelajar Indonesia (BAPERPI) di Cikini Raya 71. Di antara tokoh BAPERPI
yang terkenal adalah Supeno (Ketua), Burhanuddin Harahap, dan Kusnandar.
Sejumlah tokoh-tokoh mahasiswa/pelajar yang terkenal antara lain Djohar Noer,
Sayoko, Syarif Thayeb, Darwis, Eri Sadewo, Chairul Saleh, Kusnandar, Subadio
Sastrosatomo, Wahidin Nasution, dan Tadjuludin. Kelompok Persatuan Mahasiswa
ini anti Jepang dan sangat dekat dengan jalan pikiran Sutan Syahrir.
d.
Kelompok Sukarni
Kelompok
ini sangat berperan di sekitar proklamasi kemerdekaan. Tokoh-tokoh yang tergabung
dalam kelompok Sukarni antara lain Adam Malik, Pandu Kartawiguna, Chaerul
Saleh, dan Maruto Nitimihardjo
e.
Kelompok Pemuda Menteng 31
Kelompok
ini dibentuk oleh sejumlah pemuda yang bekerja pada bagian propaganda Jepang
(Sendenbu). Tokoh-tokoh terkenal dari kelompok ini antara lain Sukarni, Chaerul
Saleh, A.M. Hanafi, Adam Malik, Pandu Kartawiguna, Maruto Nitimihardjo, Khalid
Rasjidi dan Djamhari. Kelompok ini bermarkas di gedung Menteng 31 Jakarta.
Secara resmi pendirian asrama ini dibiayai Jepang dengan maksud menggembleng
para pemuda untuk menjadi alat mereka. Akan tetapi tempat ini oleh pemuda
dimanfaatkan secara diam-diam untuk menggerakkan semangat nasionalisme.
f
. Golongan Kaigun
Kelompok
ini anggotanya bekerja pada Angkatan Laut Jepang. Mereka selalu menggalang dan
membina kemerdekaan dengan berhubungan kepada tokoh-tokoh Angkatan Laut Jepang
yang simpati terhadap perjuangan bangsa Indonesia. Kelompok ini mendirikan
asrama Indonesia Merdeka di jalan Bungur Besar No. 56 Jakarta. Asrama ini
didirikan atas inisiatif dan bantuan kepala perwakilan Kaigun di Jakarta,
Laksamana Muda Maeda pada bulan Oktober 1944. Dengan demikian kelompok ini
merupakan kelompok yang paling akhir terbentuk. Sebagai pengurus asrama oleh
Maeda ditunjuklah Mr. Ahmad Subardjo Djoyohadisuryo sebagai ketua dibantu
tokoh-tokoh muda Wikana. Di dalam asrama ini mendapat pendidikan politik dari
tokoh-tokoh nasionalis seperti Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Sutan Syahrir,
Iwa Kusuma Sumantri, Latuharhary, R.P. Singgih, Ratu Langie, Maramis, dan
Buntaran. Kelompok ini menjalin kerja sama dengan kelompok bawah tanah yang
lain tetapi dengan hati-hati agar tidak dicurigai Jepang. Walaupun para pejuang
terbagi dalam kelompok-kelompok di atas dan menggunakan strategi perjuangan
yang berbeda, akan tetapi mereka memiliki kesamaan tujuan yakni mencapai
kemerdekaan Indonesia.
Gerakan-gerakan
di atas dalam mencapai tujuannya melakukan kegiatan-kegiatan antara lain
sebagai berikut :
1)
Menjalin komunikasi dan memelihara semangat nasionalisme.
2)
Menyiapkan kekuatan untuk menyambut kemerdekaan.
3)
Mempropagandakan kesiapan untuk merdeka.
4)
Memantau perkembangan Perang Pasifik.
4.
Perjuangan Melalui Perlawanan Bersenjata
Selain
perjuangan secara sembunyi-sembunyi (ilegal), para pemimpin berjuang secara
terbuka dengan melakukan perlawanan bersenjata. Perlawanan bersenjata itu
dilakukan oleh rakyat maupun pasukan PETA.
a.
Perlawanan Bersenjata yang Dilakukan Rakyat
Perlawanan
bersenjata yang dilakukan oleh rakyat diberbagai daerah, antara lain sebagai
berikut :
1)
Perlawanan Rakyat di Cot Pleing (10 November 1942)
Perlawanan
ini dipimpin oleh Tengku Abdul Jalil, seorang guru mengaji. Perlawanan di Cot
Pleing, Lhoseumawe, Aceh ini diawali dari serbuan Jepang terhadap masjid di Cot
Pleing. Masjid terbakar dan pasukan Tengku Abdul Jalil banyak yang gugur.
Akhirnya Tengku Abdul Jalil tewas ditembak oleh Jepang.
2)
Perlawanan Rakyat di Pontianak (16 Oktober 1943)
Perlawanan
ini dilakukan oleh suku Dayak di pedalaman serta kaum feodal di hutan-hutan.
Latar belakang perlawanan ini karena mereka menderita akibat tindakan Jepang
yang kejam. Tokoh perlawanan dari kaum ningrat yakni Utin Patimah.
3)
Perlawanan Rakyat di Sukamanah, Singaparna, Jawa Barat (25 Februari 1944)
Perlawanan
ini dipimpin oleh KH. Zainal Mustafa, seorang pendiri pesantren Sukamanah.
Perlawanan ini lebih bersifat keagamaan. KH. Zainal Mustafa tidak tahan lagi
membiarkan penindasan dan pemerasan terhadap rakyat, serta pemaksaan terhadap
agama yakni adanya upacara “Seikeirei” (menyembah terhadap Tenno Heika Kaisar
Jepang). KH. Zainal Mustafa beserta 27 orang pengikutnya dihukum mati oleh
Jepang tanggal 25 Oktober 1944.
4)
Perlawanan Rakyat di Cidempet, Kecamatan Lohbener, Indramayu (30 Juli 1944)
Perlawanan
ini dipimpin oleh H. Madriyas, Darini, Surat, Tasiah dan H. Kartiwa. Perlawanan
ini disebabkan oleh cara pengambilan padi milik rakyat yang dilakukan Jepang
dengan kejam. Sehabis panen, padi langsung diangkut ke balai desa. Perlawanan
rakyat dapat dipadamkan secara kejam dan para pemimpin perlawanan ditangkap
oleh Jepang.
5)
Perlawanan Rakyat di Irian Jaya
Perlawanan
terjadi di beberapa daerah di Irian Jaya, antara lain sebagai berikut.
a)
Perlawanan rakyat di Biak (1944)
Perlawanan
ini dipimpin oleh L. Rumkorem, pimpinan Gerakan “Koreri” yang berpusat di Biak.
Perlawanan ini dilatarbelakangi oleh penderitaan rakyat yang diperlakukan
sebagai budak belian, dipukuli, dan dianiaya. Dalam perlawanan tersebut rakyat
banyak jatuh korban, tetapi rakyat melawan dengan gigih. Akhirnya Jepang
meninggalkan Pulau Biak.
b)
Perlawanan rakyat di Pulau Yapen Selatan
Perlawanan
ini dipimpin oleh Nimrod. Ketika Sekutu sudah mendekat maka memberi bantuan
senjata kepada pejuang sehingga perlawanan semakin seru. Nimrod dihukum pancung
oleh Jepang untuk menakut-nakuti rakyat. Tetapi rakyat tidak takut dan
muncullah seorang pemimpin gerilya yakni S. Papare.
c)
Perlawanan rakyat di Tanah Besar, daratan Irian (Papua)
Perlawanan
ini dipimpin oleh Simson. Dalam perlawanan rakyat di Irian Jaya, terjadi
hubungan kerja sama antara gerilyawan dengan pasukan penyusup Sekutu sehingga
rakyat mendapatkan modal senjata dari Sekutu.
b.
Perlawanan Bersenjata yang Dilakukan PETA
Perlawanan
bersenjata dilakukan oleh pasukan PETA di berbagai daerah, antara lain sebagai
berikut :
1)
Perlawanan PETA di Blitar (29 Februari 1945)
Perlawanan
ini dipimpin oleh Syodanco Supriyadi, Syodanco Muradi, dan Dr. Ismail.
Perlawanan ini disebabkan karena persoalan pengumpulan padi, Romusha maupun
Heiho yang dilakukan secara paksa dan di luar batas perikemanusiaan. Sebagai
putera rakyat para pejuang tidak tega melihat penderitaan rakyat. Di samping
itu sikap para pelatih militer Jepang yang angkuh dan merendahkan
prajurit-prajurit Indonesia.
Perlawanan PETA di
Blitar merupakan perlawanan yang terbesar di Jawa. Tetapi dengan tipu muslihat
Jepang melalui Kolonel Katagiri (Komandan pasukan Jepang), pasukan PETA
berhasil ditipu dengan pura-pura diajak berunding. Empat perwira PETA dihukum
mati dan 3 lainnya disiksa sampai mati. Sedangkan Syodanco Supriyadi berhasil
meloloskan diri.
2)
Perlawanan PETA di Meureudu, Aceh (November 1944)
Perlawanan
ini dipimpin oleh Perwira Gyugun T. Hamid. Latar belakang perlawanan ini karena
sikap Jepang yang angkuh dan kejam terhadap rakyat pada umumnya dan prajurit
Indonesia pada khususnya.
3)
Perlawanan PETA di Gumilir, Cilacap (April 1945)
Perlawanan
ini dipimpin oleh pemimpin regu (Bundanco) Kusaeri bersama rekan-rekannya.
Perlawanan yang direncanakan dimulai tanggal 21 April 1945 diketahui Jepang
sehingga Kusaeri ditangkap pada tanggal 25 April 1945. Kusaeri divonis hukuman
mati tetapi tidak terlaksana karena Jepang terdesak oleh Sekutu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar